Anak dan perempuan merupakan kelompok rentan dan memiliki posisi tawar yang rendah dalam menghadapi taktik pemasaran industri rokok.
Pihak Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA)
menyatakan telah sebanyak 163.923.599 anak dan perempuan Indonesia telah
terkontaminasi dan menjadi korban rokok.
"Sangat mengkhawatirkan karena mayoritas perokok memulai merokok ketika remaja. Perempuan dan anak adalah target bagi industri rokok," ungkap Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dalam acara "Intervensi Industri Rokok, Kejahatan terhadap Hak Kesehatan Anak dan Perempuan" di Jakarta, Senin (28/5).
Bersama Koalisi Anti Kekerasan Berbasis Gender dan Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT), KPA menyerukan penolakan intervensi industri rokok dalam bentuk apa pun untuk melindungi kesehatan wanita dan anak. KPA juga mendesak agar pemerintah mengambil langkah kebijakan kuat dan berwibawa menghadapi industri rokok.
"Jika tidak ada regulasi tegas dari pemerintah soal kebijakan kesehatan masyarakat, anak-anak dan perempuan akan terus dikorbankan. Mereka merupakan kelompok rentan yang memiliki posisi tawar yang rendah dalam menghadapi taktik pemasaran industri rokok dan menjadi perokok pasif," tambah Arist.
Tren peningkatan perokok melonjak tajam terutama di kalangan remaja dan anak-anak. Peningkatan total hampir dua kali lipat dari tahun 1995 ke tahun 2007. Untuk remaja perokok naik dua kali lipat, yaitu sebesar tujuh persen pada 1995 menjadi 19 persen pada 2010. Data ini dikatakan oleh Abdillah Ahsan, peneliti dari Lembaga Demografi FEUI, saat acara temu media di Kementerian Kesehatan pada Jumat (25/5) lalu.
Sedangkan secara khusus jumlah perokok aktif perempuan tercatat meningkat empat kali lipat. Sejak tahun 1995 yang tadinya 1,1 juta menjadi 4,8 juta perokok perempuan pada 2007. Perokok anak usia 10-14 tahun meningkat enam kali lipat; pada tahun 1995 berjumlah 71.100 menjadi 426.200 di 2010.
Sementara Ketua Penyuluhan WITT Jakarta, Zeby Febrina, menyoroti pula pencitraan industri rokok yang saat ini melalui Corporate Social Responsibility atau CSR menyasar ke sektor generasi muda seperti musik, showbiz, film, dan lingkungan hidup. "Kita patut pertanyakan mengapa CSR rokok kenapa mereka tidak mau bergerak di bidang kesehatan."
KPA juga terus memantau 1.042 kegiatan yang disponsori industri rokok itu. Juga kegiatan CSR yang ditujukan kepada anak dan perempuan seperti beasiswa dan koperasi perempuan.
(Gloria Samantha)
National Geographic
"Sangat mengkhawatirkan karena mayoritas perokok memulai merokok ketika remaja. Perempuan dan anak adalah target bagi industri rokok," ungkap Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dalam acara "Intervensi Industri Rokok, Kejahatan terhadap Hak Kesehatan Anak dan Perempuan" di Jakarta, Senin (28/5).
Bersama Koalisi Anti Kekerasan Berbasis Gender dan Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT), KPA menyerukan penolakan intervensi industri rokok dalam bentuk apa pun untuk melindungi kesehatan wanita dan anak. KPA juga mendesak agar pemerintah mengambil langkah kebijakan kuat dan berwibawa menghadapi industri rokok.
"Jika tidak ada regulasi tegas dari pemerintah soal kebijakan kesehatan masyarakat, anak-anak dan perempuan akan terus dikorbankan. Mereka merupakan kelompok rentan yang memiliki posisi tawar yang rendah dalam menghadapi taktik pemasaran industri rokok dan menjadi perokok pasif," tambah Arist.
Tren peningkatan perokok melonjak tajam terutama di kalangan remaja dan anak-anak. Peningkatan total hampir dua kali lipat dari tahun 1995 ke tahun 2007. Untuk remaja perokok naik dua kali lipat, yaitu sebesar tujuh persen pada 1995 menjadi 19 persen pada 2010. Data ini dikatakan oleh Abdillah Ahsan, peneliti dari Lembaga Demografi FEUI, saat acara temu media di Kementerian Kesehatan pada Jumat (25/5) lalu.
Sedangkan secara khusus jumlah perokok aktif perempuan tercatat meningkat empat kali lipat. Sejak tahun 1995 yang tadinya 1,1 juta menjadi 4,8 juta perokok perempuan pada 2007. Perokok anak usia 10-14 tahun meningkat enam kali lipat; pada tahun 1995 berjumlah 71.100 menjadi 426.200 di 2010.
Sementara Ketua Penyuluhan WITT Jakarta, Zeby Febrina, menyoroti pula pencitraan industri rokok yang saat ini melalui Corporate Social Responsibility atau CSR menyasar ke sektor generasi muda seperti musik, showbiz, film, dan lingkungan hidup. "Kita patut pertanyakan mengapa CSR rokok kenapa mereka tidak mau bergerak di bidang kesehatan."
KPA juga terus memantau 1.042 kegiatan yang disponsori industri rokok itu. Juga kegiatan CSR yang ditujukan kepada anak dan perempuan seperti beasiswa dan koperasi perempuan.
(Gloria Samantha)
National Geographic