Tape
merupakan salah satu makanan terpopuler di Indonesia, banyak tersedia di mana
mana, bahkan merupakan menjadi makanan favorit pada waktu lebaran di beberapa
daerah. Akan tetapi, banyak sekali
pertanyaan di seputar kehalalan tape ini mengingat tape mengandung alkohol dan
alkohol merupakan komponen yang paling banyak terdapat pada minuman keras,
sedangkan minuman keras adalah salah satu bentuk khamar yang keharamannya
jelas. Dengan demikian, bagaimana dengan
tape, apakah masuk kedalam kategori khamar?
Mari kita diskusikan masalah tape ini dari berbagai segi.
Mengenai khamar, dalam
menetapkan hukumnya yang pertama dikemukakan adalah hukum syar'inya, sedangkan
ilmiah atau empiris (seperti adanya alkohol atau kadar alkohol) hanya bersifat
mendukung saja. Dalam menetapkan hukum pun tidak hanya diambil satu dua dalil
saja akan tetapi harus dilihat keseluruhan dalil karena semua dalil tersebut
bersifat saling menguatkan dan melengkapi.
Dalil yang pertama dalam
masalah khamar berbunyi "setiap yang memabukkan adalah khamar (termasuk
khamar) dan setiap khamar adalah diharamkan” (Hadis yang diriwayatkan oleh
Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar), selanjutnya dalil yang kedua
berbunyi “khamar itu adalah sesuatu yang mengacaukan akal" (pidato Umar
bin Khattab menurut riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam memahami kedua dalil ini
maka yang harus disadari adalah ini berlaku bagi segala sesuatu yang biasa
dikonsumsi seperti minuman beralkohol (alcoholic beverages), ganja (dilinting
dan dirokok), hasis, morfin (disuntikkan), bubuk narkoba (dihirup), dll. Untuk
sesuatu yang tidak biasa dikonsumsi seperti alkohol dalam bentuk murninya dan
pelarut pelarut organik lainnya (alkohol atau etanol adalah salah satu jenis
pelarut organik) seharusnya tidak terkena hukum ini karena mereka tidak
dikonsumsi.
Akan tetapi, masalahnya jika
dalilnya hanya yang dua itu saja maka akan banyak timbul pertanyaan diantaranya
kalau hanya sedikit saja bagaimana? Nah, untuk itu ada kaidah fiqih lainnya
yang dasarnya adalah hadis yang berbunyi "jika banyaknya memabukkan maka
sedikitnya juga haram". Jadi, kalau
dalam kondisi biasa dikonsumsi bersifat memabukkan maka sedikitnya pun haram.
Ada pertanyaan lagi, kan banyak orang yang kalau pun minum satu gelas tidak
akan mabuk? Jawabannya adalah kaidah fiqih lainnya yaitu "Islam mencegah
segala sesuatu ke arah haram" atau "Islam selalu berusaha menutup
lubang ke arah haram", dengan demikian maka yang dijadikan patokan adalah
orang yang paling sensitif terhadap mabuk, bukan orang yang paling tahan. Ingat
"la takrobu zinna", janganlah engkau mendekati zina, mendekati saja
tidak boleh apalagi berbuat zina. Dengan
demikian, mencegah ke arah haram itu yang harus kita lakukan.
Masalahnya,
ada hal-hal lain yang berpotensi untuk berubah menjadi minuman memabukkan,
mungkin saja pada kondisi diharamkan tersebut tidak bersifat memabukkan, akan
tetapi sesuai dengan prinsip Islam yang mencegah ke arah haram maka
ditetapkanlah hukum yang menjaga ke arah haram tersebut. Hal ini misalnya berlaku untuk jus, berdasarkan
hadis maka jus buah (atau yang sejenis) yang disimpan pada suhu kamar dalam
kondisi terbuka selama lebih dari dua hari termasuk kedalam khamar. Mengapa hal
ini ditetapkan?, kelihatannya lagi-lagi tujuannya untuk mencegah terjadinya
perdebatan di kemudian yang ternyata benar yaitu kalau batasannya hanya
"mengacaukan akal" maka orang akan berdebat jus buah yang
difermentasi alkohol selama 3 hari kan masih belum bersifat memabukkan? Nah, dengan batasan dua hari itu maka dari
sisi proses seharusnya sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena begitu
melibatkan fermentasi alkohol jus buah lebih dari 2 hari, hasilnya adalah
khamar. Ada jenis fermentasi lain tetapi
biasanya memerlukan kondisi khusus, jika spontan begitu saja dan terjadi pada
jus buah maka kemungkinan besar itu adalah fermentasi alkohol.
Apa cukup
dalil-dalil itu? Ternyata masih ada dalil lain, hal ini juga untuk memudahkan
untuk mengenali khamar, dasarnya adalah hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah
saw sewaktu berbuka puasa disodori jus yang sudah mengeluarkan gelembung (gas),
ternyata Rasulullah saw menolaknya dan menyebutkan itulah minuman ahli neraka
(khamar). Dari sini bisa disimpulkan
salah satu ciri khamar yang dibuat dari jus buah atau yang sejenisnya adalah
adanya gas yang keluar dari jus tersebut (bukan gas karbondioksida atau CO2
yang sengaja ditambahkan seperti pada minuman berkarbonasi/carbonated
beverages) yang berarti telah terjadi fermentasi alkohol dan telah mencapai
batas memabukkan berdasarkan batasan proses dan ciri-ciri produk.
Nah, masih ada
lagi pertanyaan lain, jika begitu kalau kadar alkoholnya hanya 1 persen seperti
pada minuman shandy, apakah halal? Lagi-lagi hukum syar'i disini yang lebih
kena untuk menjawab pertanyaan tersebut, akan tetapi untuk menerapkannya harus
tahu dulu bagaimana proses pembuatan minuman shandy tersebut. Ternyata minuman
shandy dapat terbuat dari bir ditambah air, flavor dan karbon dioksida. Bir
jelas haramnya karena termasuk kedalam kelompok minuman beralkohol (alcoholic
beverages), hal ini ditetapkan atas dasar kesepakatan yang merujuk pada
dalil-dalil yang telah disebutkan diatas. Karena minuman shandy dibuat dari bir
maka hukumnya haram berdasarkan kaidah fiqih "apabila bercampur antara
yang halal dengan yang haram maka akan dimenangkan yang haram", jadi suatu
makanan atau minuman jika tercampur atau dibuat dengan barang yang haram maka
berapapun campurannya atau berapapun sisanya maka makanan dan minuman tersebut
hukumnya tetap haram. Hal ini berlaku
karena dalam pembuatan makanan pencampuran tersebut bisa berlangsung merata ke
seluruh bagian makanan.
Bagaimana
dengan tape? Coba kita kaji dengan dalil-dalil yang telah dijelaskan diatas:
1. Apakah tape yang baru jadi (masih segar) bersifat memabukkan? Belum ada yang melaporkan bahwa tape yang baru jadi ini memabukkan.
2. Apakah tape dibuat dari jus
yang diperam lebih dari dua hari? Memang bukan dibuat dari jus, akan tetapi
begitu tape (khususnya tape ketan, tidak berlaku bagi peuyeum bandung yang
selalu keras) disimpan pada suhu ruang maka akan terbentuk jus yang bisa
dianalogikan dengan jus buah-buahan yang tidak boleh diperam lebih dari dua
hari, dengan demikian tape ketan juga sama, tidak boleh disimpan pada suhu
ruang lebih dari dua hari (dihitung dari mulai jadi tape) karena pada hari
ketiga sudah bisa digolongkan
kedalam khamar.
kedalam khamar.
3. Apakah terbentuk gelembung? Jika tape ketan disimpan lebih dari dua hari biasanya terbentuk cairan yang mengeluarkan gelembung dan busa. Ini merupakan tanda bahwa tape tersebut sudah tidak boleh dikonsumsi lagi karena bisa dianalogikan dengan jus yang ditolak oleh Rasulullah saw karena sudah terlihat adanya gelembung.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa tape ketan tidak boleh disimpan pada suhu
ruang lebih dari 2 hari karena lebih dari itu bisa dimasukkan kedalam kategori
khamar. Akan tetapi, bagaimana dengan
kadar alkoholnya? Baru-baru ini ada
hasil penelitian mengenai tape ketan yang dilaporkan di jurnal ilmiah International Journal of Food Sciences and
Nutrition volume 52 halaman 347 – 357 pada tahun 2001. Pembuatan tape ketan dilakukan di lab
mengikuti cara tradisional, tapi terkontrol dimana 200 g beras ketan dicuci,
direndam selama 2 jam, dikukus 10 menit.
Beras ketan lalu dibasahi dengan air dengan cara merendamnya sebentar
dalam air, dikukus lagi 10 menit, didinginkan, lalu diinokulasi (ditaburi)
dengan 2 g starter (ragi tape merek Tebu dan NKL), dimasukkan kedalam cawan
petri steril, lalu difermentasi pada suhu 30 derajat Celsius selama 60 jam.
Berikut adalah kadar etanol yang diperoleh
berdasarkan pengukuran dengan menggunakan kit yang diperoleh dari
Boehringer Mannheim: kadar etanol (%) pada 0 jam fermentasi tidak terdeteksi,
setelah 5 jam fermentasi kadar alkoholnya 0.165%, setelah 15 jam 0.391%,
setelah 24 jam 1.762%, setelah 36 jam 2.754%, setelah 48 jam 2.707% dan setelah
60 jam 3.380%. Dari data tersebut
terlihat bahwa setelah fermentasi 1 hari saja kadar alkohol tape telah mencapai
1.76%, sedangkan setelah 2.5 hari (60 jam) kadarnya menjadi 3.3%, bisa
dibayangkan jika dibiarkan terus beberapa hari, bisa mencapai berapa %? (memang
tidak akan naik terus secara linear, akan mencapai kadar maksimum pada suatu
saat). Padahal, komisi fatwa MUI telah
berijtihad dan menetapkan bahwa minuman keras (khamar) adalah minuman yang
mengandung alkohol 1% atau lebih, sedangkan tape ketan yang dibuat dengan
fermentasi 1 hari saja kadar alkoholnya telah lebih dari 1%. Jika batas kadar alkohol yang diterapkan pada
minuman ini diterapkan pada tape maka jelas tape ketan tidak boleh dimakan
karena kadar alkoholnya lebih dari 1%.
Tentu saja nanti akan ada yang mempertanyakan, bukankah tape itu makanan
padat sedangkan minuman keras itu suatu cairan sehingga tidak sama antara
makanan padat dan minuman. Pertanyaan
ini sah sah saja, akan tetapi jika digabungkan antara kaidah kaidah yang
berlaku pada khamar terhadap tape dan fakta kadar alkohol tape ketan maka tetap
saja tape ketan ini rawan dari segi kehalalannya.
Walaupun
demikian, perlu diketahui bahwa belum ada fatwa mengenai tape ini. Oleh karena
itu pilihan ada di tangan masing-masing, mana pendapat yang akan diikuti.
Apabila ingin menjaga dari hal-hal yang meragukan maka menghindari makanan yang
meragukan (syubhat) adalah yang utama.
Jadi, yang dipermasalahkan disini khususnya adalah
tape ketan, kalau peuyeum Bandung insya Allah tidak bermasalah karena selalu
keras. Tape singkong (peuyeum) akan lebih banyak kandungan alkoholnya bila
dibuat dengan cara ditumpuk, dengan cara ini kondisi lebih bersifat anaerobik;
jadi sesuai dengan fenomena "Pasteur Effect" maka produksi alkohol
menjadi lebih banyak. Bila dibuat dengan cara digantung seperti yang terjadi
pada peuyeum Bandung, maka cenderung lebih manis, karena lebih aerobik. Pada
kondisi yang lebih aerobik ini, yeast (ragi) cenderung lebih banyak menghasilkan
amilase dan atau amiloglukosidase, dua enzim yang bertanggung jawab dalam
penguraian karbohidrat menjadi glukosa dan atau maltosa. Oleh sebab itu relatif
lebih aman membeli tape gantung atau peuyeum Bandung. Akan tetapi, untuk jenis tape singkong
lainnya ya perlu hati-hati, khususnya kalau sudah berair, itu sudah meragukan
karena mungkin sudah mengandung alkohol yang relatif tinggi. Menghindari tape singkong yang sudah berair
adalah yang sebaiknya.