Pada tahun 2030 nanti, tembakau akan membunuh lebih dari delapan juta orang per tahunnya. 600.000 perokok pasif juga turut jadi korban.
National Geographic: Andri bukan nama sebenarnya gelisah tiap kali melihat sekumpulan orang di hadapannya. Bukan karena sosok tiap individu orang-orang itu. Tapi apa yang ada di genggaman mereka. Rokok.Pria di akhir usia 20-an ini mati-matian berusaha berhenti dari ketergantungannya pada batang berasap itu. Sulitnya bukan main. Kebiasaan merokok sebungkus setiap hari jadi alasan. Nikotin sudah merasuk hebat ke aliran darah dan otak. Melihat aliran rokok dengan mudahnya dihisap orang-orang itu, menggoyahkan tekad Andri.
Menurut Komite Nasional Pengendalian Tembakau, apa yang dirasakan Andri adalah hal normal pada tiap perokok berat. Mengingat kandungan zat adiktif yang ada di dalam rokok lebih kuat pengaruhnya ketimbang heroin.
Tembakau, bahan dasar pembuatan rokok, membunuh enam juta orang setiap tahunnya. Menjadikan tumbuhan dari genus Nicotiana ini sebagai salah satu penyebab kematian utama di dunia. Ironisnya, "pembunuhan" ini bisa dicegah.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendesak negara-negara di dunia untuk melawan derasnya pertumbuhan rokok. Salah satunya dengan penerapan kebijakan yang mampu melindungi masyarakat dari bahaya tembakau.
Dr. Margaret Chan sebagai Direktur Jenderal WHO menuding ada perusahaan tembakau yang berusaha mencegah kebijakan ini. Caranya, mengajukan perkara ke pengadilan terhadap pemerintahan pencegah pertumbuhan tembakau. "Kini saatnya kita bersatu dengan pemerintah seperti ini, yang punya keberanian melakukan hal tepat untuk melindungi warga negaranya," kata Chan menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Kamis(31/5).
Diperkirakan pada tahun 2030 nanti, tembakau akan membunuh lebih dari delapan juta orang per tahunnya. Empat dari lima kematian yang terjadi berasal dari negara berpenghasilan menengah dan rendah. Kematian berasal dari kanker, diabetes, penyakit pernapasan akut, dan jantung.
Bukan hanya perokok aktif, perokok pasif turut terkena dampaknya. Tembakau membunuh 600.000 perokok pasif per tahunnya. Angka lebih mengerikan terjadi di tahun 2004, di mana sepertiga kematian anak terjadi karena posisinya sebagai perokok pasif.
Khusus untuk Indonesia, kita menduduki posisi ketiga di dunia setelah China dan India dengan jumlah perokok terbesar yakni lebih dari 68 juta penduduk. Pihak Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA) menyatakan telah sebanyak 163.923.599 anak dan perempuan Indonesia telah terkontaminasi dan menjadi korban rokok.
"Sangat mengkhawatirkan karena mayoritas perokok memulai merokok ketika remaja. Perempuan dan anak adalah target bagi industri rokok," ungkap Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dalam acara "Intervensi Industri Rokok, Kejahatan terhadap Hak Kesehatan Anak dan Perempuan" di Jakarta, Senin (28/5).
Ditambahkan peneliti Quit Tobacco Indonesia (QTI) Retna Siwi Padmawati, secara sosiologis bahkan kultural, masyarakat Indonesia adalah friendly smoking. Merokok dianggap sebagai budaya warisan, bukan sebagai masyarakat yang kecanduan.
Seiring tingginya dampak merokok, perlu melakukan tindakan nyata untuk mengendalikannya. Di antaranya pelarangan merokok di tempat kerja di semua institusi, penyediaan kawasan/area merokok, layanan konseling berhenti merokok, serta pemberdayaan masyarakat dalam pengurangan dampak buruk.
Selamat Hari Tanpa Tembakau Sedunia!
(Zika Zakiya)